TOMAT
Apakah yang terlintas dalam benak kita bila melihat
tomat? Tomat, terserah anda mau memasukkannya ke dalam kelas buah atau sayuran.
Yang jelas ia sangat familiar bagi kita, nikmat, kaya mamfaat, dan sangat mudah
diperoleh.
Pernahkah terlintas, tomat itu hadir memberi kita
nasihat? Sungguh tidaklah Allah menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia,
hatta sebuah tomat. Dan kita, seorang muslim, selalu dituntut untuk membaca
ayat-Nya, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Mari hadirkan dalam benak
kita sebuah tomat.
Bentuknya khas,
mudah dikenali, mudah pula ditanam, pun tak sukar di dapat. Tak pilih-pilih,
mau diambil oleh seorang dhuafa ataupun aghniya. Itulah muslim, bisa gaul, tak
segan berbaur, namun tak lebur. Ciri khasnya tak hilang, walau di tengah banyak
perbedaan.
Tomat juga
fleksibel. Mau dicampur sayur oke, mau dijus ayo, dibuat wedang pun sehat,
dimakan mentah juga nikmat. Muslim itu tidak kaku, apalagi arogan. Warnanya pun
menarik. Ada
yang hijau menyejukkan, merah mengundang selera, perpaduan warna keduanya juga
cantik. Intinya, ia selalu menarik. Menarik dalam arti bukan semata kecakapan
fisik. Namun lebih pada inner beauty. Cantik hati, yang membiaskan pesona tetap
lestari.
Namun duka pun
kadang menimpa si tomat. Ketika ia menjadi busuk karena waktu, lingkungan, atau
perlakuan. Ia kadang dianggap remeh dan disia-siakan. Sering dengan ringan
tangan membuang, si tomat yang telah buruk rupa lagi bau. Weer! Lewat jendela.
Tapi lihatlah! Ketika ia menemukan lahan subur dalam pembuangan. Ia tetap
berusaha eksis, meneruskan keinginan memberi, melanjutkan estafet regenerasi, melanggengkan
tradisi pewarisan, walau sendiri. Ia akan tumbuh lagi setelah diguyur hujan,
dalam kedinginan. Muslim, harus terus survive. Tak peduli dimana pun ia akan
ditempatkan. Di atas, di tengah, atau di ujung bawah yang paling gelap dan
sempit sekalipun. Tak nampak, tak dikenal. Tapi ia tak akan kehilangan peran.
Jiwanya kreatif, menciptakan ladang amal sendiri, karena ia menyadari, mulianya
ia karena karya. Karya yang akan mengantarkannya menapak jalan surga. Begitulah
dalam jamaah, bukan posisi yang dicari. Tapi kunci dan jaminan jannah Allah,
yang ia yakini hanya ada dalam keridhaan penerimaan. Wallahu’alam. (Ummu Husna)